#Part1 Relawan Pembelajar
Ada sebuah nasihat yang bisa menjadikan kita terus bersemangat untuk merayu
cinta-Nya. Karena penulis seorang muslimah, maka nasihat yang ampuh dalam
mengarungi kehidupan adalah berpedoman pada Kitab Alquran dan As-sunnah Nabi.
Bukan maksud menggurui, tapi kita sama-sama belajar di sini. Tentang lima hal
yang akan dipertanggung jawabkan dalam hidup ini. Tentang umur untuk apa
digunakan, kemudian tentang masa muda yang habis untuk apa, lalu dari mana
harta yang diperoleh dan kemana dibelanjakannya, terakhir tentang amalan pada
ilmu yang diketahui.
Salam pembuka dari penulis yang terus berusaha menjadi pembelajar yang baik
kemana pun penulis berguru dalam bangku kehidupan ini. Ada sebuah perjalanan
yang telah dilakukan oleh penulis dari kota metropolitan pertama, kembali ke
kota Pahlawan, kemudian berlanjut ke suatu kota yang dikenal dengan motonya
sebagai kota Sanggam dibelahan pulau Kalimantan, hingga berakhir di salah satu
pulau yang sedang hangat diperbincangkan untuk bangkit kembali dari bencana
alam yang menguji seisinya, Lombok, NTB.
Rentetan petualangan hidup yang dilakukan oleh penulis. Satu yang paling
berkesan. Perjalanan ini memang diluar profesi yang setiap hari digeluti. Waktu
libur yang lama dari tempat kerja memberikan peluang penulis untuk mencurahkan
panggilan hati yang tertahan berbulan-bulan lamanya. Sebab waktu dan kesempatan
yang belum bersahabat. Keputusan pergi untuk menjadi salah satu relawan bencana
gempa bumi di Lombok, memberikan pembelajaran dan hikmah tersendiri bagi
penulis.
Dari pemberangkatan yang sedikit berdrama. Kepulangan dari kota Berau (yang
dikenal juga dengan kota Sanggam, Kalimantan Timur) menuju Surabaya. Serasa
hanya singgah sebentar untuk berganti koper menjadi carier, tidur dan say
something kepada keluarga kemudian berangkat lagi. Padahal, bisa
dikatakan naluri rindu seorang perempuan kepada Ibu, Bapak, Nenek, Adik dan
Kakak masih membuncah di ubun-ubun setelah kepergian yang lama meninggalkan
Jawa. Tapi, hati ini memanggil untuk pergi dan restu keluarga pun telah
disetujui. Pun dengan senang hati mereka melepas kepergian. Bisa dikatakan ini
adalah bonus perizinan setelah diforsir proyek Berau, kemudian melakukan
liburan aksi sosial berpahala.
Delegasi Relawan FLP dan LAZNAS BSM (Doc.Pribadi) |
Kegiatan bersosial memang selalu menjadi obat kala suntuk. Apalagi menemukan
teman baru dari berbagai kalangan, dan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk
banyak orang sekaligus belajar bersama akan menghempas yang namanya lelah serta
suntuk. Nah, bagi pembaca yang sudah mulai merasakan tulisan ini bertele-tele,
belum masuk pada intinya. Sabaaarrr. Karena sesungguhnya, penulis
sedang menata kata yang akan dikeluarkan dalam tulisan ini untuk memulainya.
Penulis Aktif di salah satu organisasi kepenulisan terbesar di Indonesia
yang cabangnya tidak hanya di dalam negeri, tapi sudah meraja rela keluar
negeri. Dikenalnya dengan nama Forum Lingkar Pena (FLP). Seperti diketahui
bersama, bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok, NTB berturut-turut mulai
dari gempa bermagnito 6,4 Skala Richter pada kamis (29/7). Hingga bermagnito
sebesar 7 skala richter pada minggu (05/8) malam berpusat di lombok bagian
timur sekitar pukul 18.45 WIB, ditambah dengan deteksi BMKG yang berpotensi
tsunami. Kemudian disusul dengan gempa yang bermagnito 5,6 Skala Richter dengan
pusat gempa di area Lombok bagian utara pada pukul 19.49 WIB. Dan gempa
selanjutnya bermagnito 5 Skala Richter dibagian Barat laut Lombok Utara pada
pukul 20.07 WIB. Membuat semua warganya panik ketakutan dan berhamburan
berlarian mencari perlindungan. Bencana alam yang terjadi di Indonesia kali ini
membuat seluruh warga Indonesia bersatu memberikan berbagai macam dukungan untuk
membangkitkan dan membangun semangat kembali pada salah satu belahan tanah air
yang sedang diuji. Termasuk dengan dukungan FLP yang berkolaborasi dengan salah
satu Lembaga Zakat Nasional Bank Syariah Mandiri (LAZNAS BSM) turut andil
melakukan berbagai bentuk kepeduliannya untuk bencana gempa bumi ini. Salah
satunya adalah bentuk Trauma Healing bagi warga dan khususnya
bagi anak-anak Lombok.
Lagi, sebelum penulis memulai cerita dari petualangan hidup kali ini.
Penulis akan menjelaskan sekaligus memperbaiki persepsi yang sering disalah
kaprahkan banyak orang, tentang Trauma Healing. Bagi pembaca
yang merasa tidak perlu tahu alias mungkin sudah tahu, penulis rela dicukupkan
untuk membaca kunjungan postingan kali ini. Sebab penulis pun mendapatkan ilmu
baru ini selama menjadi relawan di Lombok.
Oke, kepergian penulis untuk terjun menjadi relawan bencana kali ini adalah
berfokus pada program Trauma Healing yang dilakukan oleh FLP
dan LAZNAS BSM. Dari pihak FLP mempercayakan pendelegasian untuk program ini
kepada beberapa orang yang memiliki beberapa kriteria yang diberikan. Bersyukur
salah satu orang yang berkesempatan mendapatkan panggilan tersebut adalah
penulis. Pencarian ilmu dan wawasan tentang trauma healing yang sebelumnya
penulis maksud ternyata ada kesalahan di sini. Apa itu? Mari kita belajar
bersama dan saling mengoreksi.
Sebenarnya, Trauma Healing yang dimaksud dalam kondisi
seseorang pasca mengalami bencana dilakukan oleh orang-orang yang ahli
dibidangnya seperti psikiater ataupun sikolog. Dengan cara dan metode yang
mendalam. Idendifikasi dan pemeriksaan secara khusus. Seseorang dikatakan
trauma dan memerlukan healing akan diketahui pasca kejadian
bencana yang dialami telah berlalu lama. Ia akan mengalami berbagai hal yang
membuat seseorang mengalami trauma bereaksi secara berlebihan. Bahkan bisa
mengganggu aktifitasnya. Seperti sering bermimpi gempa, sedikit ada sesuatu
yang bergoyang ia akan bereaksi berlebihan, ada suatu kekhawatiran atau
ketakutan yang berlebihan. Dan ini jika tidak ditangani oleh psikiater atau
sikolog ataupun terapis yang ahli dibidangnya, akan menjadi kesalahan yang
fatal pada proses penyembuhannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan yang disebut dengan Trauma
Healing pada proses pemulihan pasca gempa yang dilakukan oleh penulis
bukanlah yang telah penulis uraikan diparagraf sebelumnya. Melainkan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengembalikan keberanian, kecerian, ketenangan,
dan semangat melalui berbagai macam kegiatan yang telah dirancang, diusulkan,
dimodifikasi dan diidekan dari arahan sebelumnya kemudian diaplikasikan kepada
warga dan anak-anak terdampak bencana. Kegiatan ini seharusnya bukanlah
bentuk Trauma Healing, akan tetapi salah satu kegiatan Stress
Healing. Namun sayang, sebutan Trauma Healing lebih
dikenal, melekat dan booming terlebih dahulu dari pada Stress
Healing.
Kondisi ketakutan dan masih adanya khawatir pasca gempa atau mengalami
suatu kejadian merupakan hal wajar yang dialami. Dan untuk memulihkannya
kembali dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan Stress Healing yang
menyenangkan dan bersemangat. Akan tetapi jika hal ini berlanjut sampai lamanya
tak hingga pasca kejadian, maka dari itu diperlukan penanganan khusus
berupa Trauma Healing tersebut. Jadi, bagaimana pendapat
pembaca dengan penggunaan istilah Trauma Healing atau Stress Healing ini?
Lebih tepat dan benar mana penggunaannya? Yuk, kita belajar bareng, sembari
penulis akan berlanjut pada penyajian petualangan selanjutnya. Sabar ya..
Selamat membaca. ^ ^